»»


Perolehan Suara Sementara Pilkada Kabupaten Supiori 2020: Nomor urut 1 Obeth Rumabar - Daud Marisan : 2.312 (12,9%) ●●● Nomor urut 2 Ruth Naomi Rumkabu - Piet Pariaribo: 3.646 (25,1%) ●●● Nomor urut 3 Jacobus Kawer - Salomo Rumbekwan : 1.189 (8,2%) ●●● Nomor urut 4 Ronny Gustaf Mamoribo - Albert : 2.856 (19,7%) ●●● Nomor urut 5 Yan Imbab - Nichodemus Ronsumbre : 4.507 (31,1%) || Update: 04:31wit / 11 Des 2020

DPR bentuk panja pengusut tambang ilegal di hutan Papua

Jakarta - DPR akan membentuk panja (panitia kerja) untuk selidiki perusahaan penambangan yang beroperasi secara ilegal di kawasan hutan di Papua.

Anggota Komisi IV, Erik Satrya Wardhana mengatakan Komisi IV sudah menemukan adanya potensi kerugian negara dari praktik penambangan, mineral, dan batu bara yang diduga tak legal di kawasan hutan di Propinsi Papua. “Kerugian negara diperkirakan mencapai triliunan rupiah, karena umumnya adalah usaha pertambangan besar,” kata Erik yang hari ini tengah melakukan kunjungan kerja di Provinsi Papua.

Dia bersama 17 anggota Komisi IV lainnya dalam kunjungan kerja ini menemukan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan tambang yang beroperasi tanpa izin sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. “Sesuai aturan, semua perusahaan tambang yang beroperasi di hutan lindung harus mempunyai izin pinjam pakai kawasan hutan lindung,” katanya.

Seharusnya, kata Erik, perusahaan tambang yang dibolehkan beroperasi di hutan lindung memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan. “Semua perusahaan harus memiliki izin tersebut, tetapi kenyataannya sampai sekarang izin tersebut tidak ada," katanya.

Menurut dia, baru dua perusahaan yang sudah memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan. “Ini sangat janggal sehingga kita sinyalir operasional yang dilakukan perusahaan tambang tersebut ilegal tanpa izin dan berpotensi merugikan negara,” katanya.

Perusahaan itu, kata Erik, berkilah bahwa Perpu No 1/2004 tersebut belum jelas peraturan pelaksanaannya sehingga baru pada Peraturan Menteri (Permen) Kehutanan No 43/3008 dan Permen Kehutanan No 56/2009 yang ada pengaturan kewajiban, termasuk adanya kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Selain itu, perusahaan juga berkilah mengenai luas lahan yang dimilikinya.”Masih ada perbedaan antara luasan lahan yang dipakai antara data pemerintah dan perusahaan," katanya.

Dari hasil kunjungan ini, Erik mengatakan, DPR tetap berpijak pada Keppres 41/2004 mengenai ketentuan kontrak karya. “Dengan luasan yang dimiliki lebih dari ribuan hektare ini, kita perkirakan kerugian negara mencapai Rp2 triliun per tahun. Bayangkan jumlahnya jika sejak diberlakukan Perpu pada 2004 yang lalu bisa mencapai puluhan triliun," katanya.

Menurut dia, jika diakumulasikan dari sembilan perusahaan tambang yang ada, negara telah dirugikan lebih dari puluhan triliun rupiah. “Ada kelalaian dari pemerintah dan perusahaan yang tidak konsisten menjalankan peraturan yang ada,” ujarnya.

Komisi IV DPR berencana membentuk panja guna mengevaluasi pelaksanaan Perpu No 1/2004. “Jika benar ditemukan penyimpangan, maka perusahaan tembang tersebut bisa dihentikan operasionalnya,” tegasnya.

Namun Erik menyesalkan lambatnya tindakan dari pemerintah (Kementerian Kehutanan) atas penyimpangan yang terjadi. “Untuk itu dalam sidang DPR mendatang, kita akan minta konfirmasi Kementerian Kehutanan dan Kementerrian ESDM terkait sewa pakai lahan hutan tersebut,” katanya.(msb) [Martin Sihombing/Bisnis.com]

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda mengenai posting ini..!!