BURUNG Cenderawasih atau yang disebut orang asing dengan nama Bird of Paradise, merupakan burung khas Papua. Dari 43 spesies burung cantik ini, 35 di antaranya bisa ditemukan di Papua. Sisanya, sudah sulit ditemukan.
Bulu indah terutama terdapat pada cendrawasih jantan. Umumnya bulu sangat cerah dengan kombinasi hitam, cokelat kemerahan, oranye, kuning, putih, biru, hijau, dan ungu. Spesies cendrawasih yang terkenal antara lain adalah Paradisaea apoda, Paradisaea minor, Cicinnurus regius, dan Seleucidis melanoleuca.
Burung ini biasanya hidup di hutan yang lebat atau di dataran rendah. Ia memiliki kebiasaan bermain di pagi hari saat matahari mulai menampakkan cahaya di ufuk timur.
Cendrawasih jantan memakai bulu lehernya yang menawan untuk menarik lawan jenis. Tarian cendrawasih jantan amat memukau. Sambil bernyanyi di atas dahan, pejantan ini bergoyang-goyang ke berbagai arah. Kadang malah bergantung terbalik bertumpu pada dahan. Namun, tiap spesies tentunya punya tipe tarian tersendiri.
Di Papua, satwa-satwa di daerah ini punya keunikan tersendiri. Burung cendrawasih merupakan salah satu jenis burung yang beberapa nama ilmiahnya berarti 'dari surga', 'agung', 'indah', dan 'sangat bagus'.
Robby Sawaki, salah satu seniman tradisional Papua, menyebut burung cenderawasih sebagai bidadari tak berkaki atau Apoda. Dalam bahasa Latin burung cendrawasih digambarkan sebagai paradisaea apoda. Burung yang sangat cantik tetapi tidak punya kaki dipercaya bukan berasal dari bumi, karena mereka berjalan atau bertengger di pohon.
Tiga puluh jenis cendrawasih terdapat di Indonesia, 28 di antaranya ditemukan di Papua yang merupakan tempat tinggal cendrawasih paradigalla carunculata, cendrawasih ekor panjang astrapia nigra, cendrawasih paratia parotia sefilata, cendrawasih Wilson cicinnurus respublica, dan cendrawasih merah paradiasea rubra.
Seorang putra daerah Papua yang seharian bekerja sebagai pemandu wisata, Helmut Kmur, mengatakan, dalam setiap kesempatan saat ia melakukan perjalanan di seluruh Tanah Papua, ia banyak melihat dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri satwa Papua yang di tangkap dan di jual. "Salah satunya adalah burung surga, yang sering saya jumpai dibeberapa pasar burung diluar daerah Papua", ujar Helmut.
Helmut, juga menyayangkan orang asli Papua memburu dan membunuh satwa yang dilindungi. "Saya ambil contoh, orang mau membuat suatu acara harus mempersembahkan burung cenderawasih sebagai tanda," katanya.
Burung yang mendapat julukan burung surga itu, dahulu populasinya cukup banyak di hutan Papua, namun karena terus diburu akhirnya populasinya kini menurun drastis dan sudah sulit dijumpai. Penyebabnya antara lain, hutan tempat mereka berlindung dan berkembang biak mulai menyempit seiring dengan semakin meningkatnya penebangan hutan.
Andreas Lameki, Kepala Dinas Kehutanan Biak Numfor mengatakan, perburuan burung cendrawasih sebenarnya sudah dilarang berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan, namun karena harga di pasaran cukup menggiurkan, sehingga para pemburu terus mengadakan perburuan liar.
Sedangkan cendrawasih raja, cendrawasih botak, cendrawasih merah, toowa, dan cendrawasih kecil ekor kuning, telah masuk dalam daftar jenis satwa yang dilindungi berdasarkan UU No 5 Tahun 1990 dan PP RI No 7 Tahun 1999.
Di berbagai pasar burung di Jakarta beberapa tahun lalu, seekor burung cendrawasih dijual secara ilegal dengan harga Rp.1-2 juta per ekor. Sementara itu, para kolektor juga berani membeli burung surga yang sudah diawetkan dengan harga Rp750 ribu sampai Rp1 juta. [Opin Tanati/Jurnal Nasional
]
»»
Burung "Surga" Terancam Punah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar anda mengenai posting ini..!!