Jayapura - Majelis Rakyat Papua (MRP) tetap merupakan representasi kultural orang asli Papua yang terus berupaya melindungi hak-hak orang asli Papua dan hal itu sudah dilaksanakan dengan baik dan bertanggungkawab.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua II MRP, Dra Hana Hikoyabi, Jayapura, Kamis menanggapi pernyataan Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Marthinus Solossa SH,MH, bahwa MRP selama ini MRP belum berbuat apa-apa untuk orang asli Papua.
"Pernyataan Marthinus membuktikan bahwa yang bersangkutan kurang memahami kerja MRP dan belum melihat hasil kerja lembaga ini untuk kepentingan orang asli Papua," kata Hana Hikoyabi.
Marthinus pada sebuah media lokal terbitan Jayapura mengatakan MRP gagal memperjuangkan sebelas kursi di DPR Papua (DPRP) yang merupakan hak orang asli Papua, sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua, khususnya pasal enam ayat (2) itu.
Menurut Hana, selama ini,MRP telah secara sungguh-sungguh mengawal pelaksanaan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua.
Sesua tugasnya, MRP memperjuangkan hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan adat dan budaya, pemberdayaan perempuan dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
Berbagai diskusi dan dialog dengan berbagai lembaga adat dan agama serta kaum perempuan terus dilakukan di gedung MRP atau di tempat lain yang semua itu bermuara pada terlindungnya hak-hak orang asli Papua.
Menurut Hana, apabila terdapat warga masyarakat yang mengatakan bahwa selama ini MRP tidak berbuat apa-apa untuk orang asli Papua maka hal itu disebabkan ketidaktahuan yang bersangkutan mengenai tugas dan fungsi MRP atau juga karena belum mendapatkan informasi yang lengkap mengenai pekerjaan MRP.
Menyinggung masalah sebelas kursi untuk orang asli Papua di DPRP, Hana mengemukakan pihaknya sudah berjuang untuk mendapatkan hak politik orang asli Papua itu hingga ke Jakarta sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Namun Pusat sendiri terkesan belum mau memberikan hak sebelas kursi di DPR Papua milik orang asli Papua, mungkin karena belum ada peraturan lain yang mengatur hak-hak itu atau juga pertimbangan lain dari Pemerintah Pusat," ungkapnya.
"Kami meminta agar siapapun warga di Papua lebih bijaksana dalam menilai kinerja MRP, apa yang sudah dilakukan dan yang belum dilakukan.Penilaian tentang kinerja MRP harus disertai bukti atau fakta lapangan agar penilaian tersebut benar dan dapat dipertanggungjawabkan," kata Hana. [Ant]
»»
MRP Tetap Sebagai Lembaga Representasi Kultural Papua
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar anda mengenai posting ini..!!