Jayapura - Kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum seperti demonstrasi yang sering dilakukan oleh berbagai kalangan di Provinsi Papua, oleh pihak keamanan jangan langsung diberikan stigma (dicap) sebagai tindakan makar.
Hal itu dikemukakan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Papua, Harry Maturbongs di Jayapura, Jumat.
Ia menjelaskan, selama ini yang sering terjadi di Papua, bila sekelompok masyarakat yang menyampaikan aspirasi ketidakpuasannya terhadap suatu hal, selalu saja dianggap sebagai perbuatan makar.
"Padahal saat sampai di persidangan pengadilan, tuduhan makar itu terkadang tidak terbukti," ujarnya.
Harry mencontohkan putusan bebas yang diberikan oleh majelis Hakim dari Pengadilan Negeri Nabire, Papua, yang pada persidangan, Senin (14/9) lalu, memvonis bebas 15 orang yang didakwa melakukan tindakan makar karena melakukan aksi unjuk rasa.
"Buktinya saat sampai di meja persidangan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum sama sekali tidak terbukti sehingga majelis hakim memberikan vonis bebas pada mereka," ungkapnya.
Menurut Harry, tindakan makar adalah tindakan melanggar aturan yang ancaman hukumnya sangat besar yakni sekitar 20 tahun hingga seumur hidup.
Hal ini, katanya, sangat mendasar dan dapat mempengaruhi nasionalisme seseorang jika kepadanya dikenakan unsur makar yang terkesan secara paksa.
Ia menambahkan, seharusnya setiap kali ada masyarakat yang menyampaikan aspirasinya di depan umum (demonstrasi), seharusnya aparat keamanan bertugas membuka ruang demokrasi kepada mereka dan jangan menjadi penghambat. [Antara/FINROLL News]
»»
Kebebasan Sampaikan Pendapat Jangan Dicap Makar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Aeh Neh... Bukan baru...
BalasHapusTdk tau sdh, Donk pu maksud demokrasi tu yg sprti bgaimana..?
Trus.... klo tong lagi tdk merasa puas terhadap sesuatu hal, tong duduk diam sja? baru kapan ada kebebasan berdemokrasi Papua?