»»


Perolehan Suara Sementara Pilkada Kabupaten Supiori 2020: Nomor urut 1 Obeth Rumabar - Daud Marisan : 2.312 (12,9%) ●●● Nomor urut 2 Ruth Naomi Rumkabu - Piet Pariaribo: 3.646 (25,1%) ●●● Nomor urut 3 Jacobus Kawer - Salomo Rumbekwan : 1.189 (8,2%) ●●● Nomor urut 4 Ronny Gustaf Mamoribo - Albert : 2.856 (19,7%) ●●● Nomor urut 5 Yan Imbab - Nichodemus Ronsumbre : 4.507 (31,1%) || Update: 04:31wit / 11 Des 2020

Lembaga Negara Hancurkan Undang-Undang Otsus Papua

Jakarta - Analis politik Elsam Amirudin Al Rahab mengatakan, hampir semua lembaga negara tidak mempelajari dengan baik Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua nomor 21 tahun 2001. Malah justru menghancurkannya.

“Undang-Undang Otsus Papua sudah tidak bisa dipakai lagi. Karena sudah diubah dengan 15 produk aturan lain yang saling bertentangan,” kata Amirudin dalam Pameran Foto dan Diskusi Publik Selamatkan Manusia dan Hutan Papua di kantor Komnas HAM, Rabu (24/2).

Misalnya, kata Amirudin, soal pemilihan kepala daerah di Papua. Jika merujuk pada Undang-Undang Otsus, maka pemilihan dilakukan secara langsung oleh rakyat Papua. Namun pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2005 tentang pemilihan kepala daerah melalui DPRD. “Ini berseberangan dengan Undang-Undang Otsus tentang pemilihan langsung oleh rakyat,” katanya.

Begitu pula dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi pada 1 Februari lalu. Mahkamah Konstitusi memutuskan penambahan 11 kursi di Dewan Pewakilan Rakyat Papua sebagai pelaksanaan Undang-Undang Otsus Papua.
Menurut Amirudin, Mahkamah Konstitusi tidak memikirkan kriteria, cara pemilihan dan menyerahkan kembali ke gubernur. “Ini menyuruh orang Papua berhantam sendiri,” ujarnya menyesalkan.

Dari fakta-fakta ini, Amirudin menilai belum ada satu konsistensi diantara lembaga negara untuk menyelesaikan masalah Papua. Bahkan, untuk menutupi kegagalan-kegagalan itu, isu separatisme dipakai sebagai tempat berlindung yang aman secara politik. Ini sebuah ironi karena selama 40 tahun persoalan Papua tak kunjung ada solusinya secara tepat.

Sekretaris Eksekutif Forum Kerja Sama LSM di Tanah Papua J Septer Manufandu mengatakan, keberadaan Undang-Undang Otsus justru menjadi masalah di Papua, bukan solusi.

Persoalan-persoalan mendasar di Papua justru tidak terselesaikan sampai sekarang meski sudah diberlakukan Otsus. Septer lalu memaparkan sejumlah masalah antara lain soal pengkaplingan seluruh tanah Papua untuk investasi.”Tanah dikapling untuk kepentingan migas, tambang, mineral, HTI, HPH,” ujarnya.

Sehingga lahan kosong hanya tinggal kawasan-kawasan konservasi. “Apakah disana sudah tidak ada orangkah,” ujarnya mempertanyakan motif pengkaplingan itu.

Sedangkan masyarakat yang tinggal di bawah garis kemiskinan justru berada di sekitar area yang kaya sumber daya alamnya. Konflik pun merebak di hampir semua daerah, baik itu konflik politik, ekonomi, maupun sosial budaya.
Septer lalu mengusulkan pentingnya dialog untuk menyelesaikan semua masalah di tanah Papua. Dialog, ujarnya, difasilitasi oleh moderator yang mampu menggandeng pihak-pihak yang berkonflik di Papua. Bersamaan itu jumlah militer harus dikurangi dari tanah Papua dan membangun kembali rasa percaya masyarakat kepada pemerintah. [MARIA HASUGIAN/TEMPO Interaktif]

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda mengenai posting ini..!!