»»


Perolehan Suara Sementara Pilkada Kabupaten Supiori 2020: Nomor urut 1 Obeth Rumabar - Daud Marisan : 2.312 (12,9%) ●●● Nomor urut 2 Ruth Naomi Rumkabu - Piet Pariaribo: 3.646 (25,1%) ●●● Nomor urut 3 Jacobus Kawer - Salomo Rumbekwan : 1.189 (8,2%) ●●● Nomor urut 4 Ronny Gustaf Mamoribo - Albert : 2.856 (19,7%) ●●● Nomor urut 5 Yan Imbab - Nichodemus Ronsumbre : 4.507 (31,1%) || Update: 04:31wit / 11 Des 2020

Peristiwa Pergumulan Madira dengan Makmeser

( Sebelum sobat membaca kisah ini lebih dahulu sobat membaca "Sebaran dan Daerah Pakai Bahasa Biak", sebagai keterangan dan sekilas sejarah. Jika sudah, silahkan lanjut..!!! )

Peristiwa kedua ini merupakan urutan peristiwa penting yang bernilai historis, sakral, magis-religius dan sangat menentukan segala kebijakan orag-orang Biak dahulu. Setelah peristiwa naga yang menceraiberaikan pemukiman pertama di kampung Korem, peritiwa kedua ini menyebabkan pula persebaran masyarakat Biak ke seluruh penjuru pulau Biak dan sekitarnya.

Menurut yang empunya cerita, dahulu di kampung Soor (kampung Yawosi sekarang) pernah terjadi suatu peristiwa bersejarah, yaitu tentang pergumulan Madira Iryou dengan Makmaser yang berjulukan Sampari Si Bintang Pagi. Julukan itu adalah sebutan tabu orang Biak untuk mahkluk penguasa dunia, penghuni dunia atas “nanki” atau Surga, yaitu tempat bertakhta Tuhan dan Malaikat.

Dikisahkan bahwa Madira Iryou pernah menyadap satu pohon kelapa (sray swan) di Yawosi yang disebut juga Sisumdo Soor. Setiap malam hasil sadapannya itu selalu habis. Setiap pagi Madira hendak mengambil hasil sadapannya, tetapi selalu kosong. Hasil sadapan itu pasti diambil orang, entah untuk diminum atau untuk keperluan lain, pikir Madira. Ia mencurigai masyarakat dikampungnya. Kadang-kadang Madira naik pitam dan memaki-maki mereka, tetapi tidak ada satu orang pun yang mengetahui atau mengaku hal itu.

Oleh karena berkali-kali tercurinya nira (tuak/saguer) tersebut, maka Madira pun bersiasat membuat pagar betis untuk membekuk pelaku perbuatan tercela itu. Madira membuat para-para (kaderen) pada pangkal kelapa itu, agar pada malam hari dapat difungsikan sebagai pos pertahanan pertama untuk mengawasi siapa pelaku pencurian itu. Keesokan harinya perbuatan itu pun terulang lagi. Hari kedua, pos kedua pun dibuatnya di tengah-tengah pohon kelapa itu, namun hasilnya nihil pula. Oleh karena dua malam berturut-turut pelaku tersebut tetap lolos melewati kedua pos (para-para) persiagaan itu, Madira semakin kalap dan pertahanan pun harus diperketat. Akhirnya kaderen ketiga dibangun sebagai benteng pertahanan terakhir di pelepah pohon kelapa itu. Malam ketiga terjagalah Madira di pelepah pohon kelapa tersebut.

Setelah lepas tengah malam (pukul 24:00), sesaat Madira sedang terjaga, terasalah seluruh pohon kelapa itu bergoyang. Suatu tangga turun dari langit bertumpu pada pelepah kelapa, tepat di depan Madira. Madira menatap ketinggian atas sana dan dapati suatu makhluk aneh itu. Kata Madira kepadanya: “Bo, ro awne besyandari rov ido wado wimn swan yedine voy yavuk isof ve ro kawasa ve ro mnu ivavnen syandi.” (Astaga manusia ini gerangan yang turun minum tuak ini, lalu saya selalu menuduh saudara-saudara saya yang menghuni kampung ini). “Siapa namamu?’ tanya Madira. Lalu makhluk aneh itu menjawab: “Akulah Makmeser si Bintang Pagi penguasa jagat ini. Lepaskanlah aku, hai Madira. “Saya Madira Iryou sang penguasa kampung Soor ini. Saya tidak akan melepaskan engkau sebelum engkau memberikan sesuatu kepadaku sebagai jaminan perbuatanmu, Makmeser!” kata Madira, sambil memeluk Makmeser kuat-kuat.

Madira tetap menahan Makmeser sampai fajar merekah sehingga Makmeser meluluskan permintaan Madira. Makmeser hendak memberitahukan “rahasia kehidupan kekal (koreri kando mov eser), tetapi Madira menolaknya. Yang diinginkan oleh Madira adalah rahasia penangkapan ikan terbang, ikan hiu, dan ikan-ikan lain dalam jumlah yang banyak, rahasia peperangan, perkebunan, perburuan, kemaritiman dan astronomi, serta rahasia kekuasaan/kewibawaan atas masyarakat, terutama kelompok etnisnya. Akhirnya, semua rahasia itu dengan segala tata caranya diberitahukan Makmeser kepada Madira secara lengkap, di pelepah pohon kelapa tempat Madira menyadap tuak. Sesudah itu, Madira pun melepaskan Makmeser. Dalam waktu sekejap, Madira kembali ke tempat kediamannya di dunia atas.

Itulah ringkasan peristiwa kedua yang sangat penting dalam perjalanan sejarah orang-orang Biak, sebelum adanya peristiwa Manarmakeri atau Koreri di Sopendo Biak Barat. Dalam cerita ini mulai terjalin hubungan orang Biak dengan kehidupan luar, baik vertikal maupun horisontal, yang mendorong mereka untuk bergerak keluar. Hubungan dengan alam luar seperti itu sebetulnya sudah lama terjadi, namun peristiwa yang menggerakkan mereka untuk berpikir dan bertindak keluar baru dimulai dengan peristiwa Makmeser ini. Karena itu, peristiwa Makmeser dianggap bersejarah bagi orang Biak.
>>Sumber: TATA BAHASA BIAK / oleh Christ Fautngil, Frans Rumbrawer,-- Jakarta : Yayasan Servas Mario, 2002

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda mengenai posting ini..!!