»»


Perolehan Suara Sementara Pilkada Kabupaten Supiori 2020: Nomor urut 1 Obeth Rumabar - Daud Marisan : 2.312 (12,9%) ●●● Nomor urut 2 Ruth Naomi Rumkabu - Piet Pariaribo: 3.646 (25,1%) ●●● Nomor urut 3 Jacobus Kawer - Salomo Rumbekwan : 1.189 (8,2%) ●●● Nomor urut 4 Ronny Gustaf Mamoribo - Albert : 2.856 (19,7%) ●●● Nomor urut 5 Yan Imbab - Nichodemus Ronsumbre : 4.507 (31,1%) || Update: 04:31wit / 11 Des 2020

Sebaran Dan Daerah Pakai Bahasa Biak

Sekilas Sejarah
Kabupaten Biak-Numfor memiliki tiga pulau besar yaitu: Biak, yang masih berhubungan dekat dengan pulau kedua, yakni Supiori dan pulau ketiga Numfor. Selain itu, terdapat pula pulau-pulau kecil yang cukup banyak jumlahnya. Hampir semua pulau itu berpenduduk. Pulau Biak dan Supiori mempunyai latar belakang sosial budaya dan sejarah yang dulunya berbeda dengan pulau Numfor, tetapi lama kelamaan hubungan mereka semakin erat, sehingga kini terlihatlah satu kebudayaan yang utuh, yakni kebudayaan Biak.

Menurut sejarah katanya, nama Biak berasal dari kata /byak/ yang berarti :
1. Pulau yang timbul, yakni pulau itu timbul sebagai pulau karang di tengah-tengah samudera, yang dari kejauhan kelihatan seperti sesuatu benda terapung-apung;
2. Orang Asli, orang dalam, orang yang memiliki tanah, atau orang yang berasal dari darat (udik). Artinya, pulau Biak dikuasai dan dimiliki oleh orang asli Biak, yang dulunya sebagian besar berdiam di pedalaman pulau itu.

Pulau Numfor mempunyai arti yang agak berbeda. Kata NUMFOR terdiri atas dua kata /num/ artinya ‘Kayu Kering’ dan /for/ ’Api’. Jadi, Numfor artinya kayu kering untuk menyulut, menghidupkan api. Pulau Numfor kadang-kadang disebut pula Mafor (periksa Hasslelt 1949 Samsuri 1984). Kata Mafor tidak memiliki arti dalam bahasa Biak, karena itu tidak dikemukakan disini. Namun begitu, dalam bahasa Numfor kata mafor berarti pantangan atau keramat. Demikian halnya kata-kata bahasa Numfor yang tidak dijumpai dalam bahasa Biak dewasa ini, misalnya: ansona, orwa, orne, osuwa, roru, toffer, erwasi, kapenayer, biwain, mek, dan lain-lain. Kata-kata tersebut termasuk kata-kata asli bahasa Numfor yang tidak terdapat dalam bahasa Biak. Kosa kata ini membuktikan bahwa dahulu pulau Biak dan Numfor memiliki penduduk dan bahasa masing-masing.

Perkembangan sejarah selanjutnya sudah berbeda dengan kenyataan di atas. Perubahan-perubahan itu bermula dari beberapa peristiwa penting, yang mendorong masyarakat Biak untuk bergerak keluar dan berusaha memperoleh sesuatu dalam hidupnya baik lahir maupun batin.
Beberapa peristiwa penting itu antara lain :
Peristiwa Naga di Korem
Peristiwa Pergumulan Madira dengan Makmeser
Peristiwa Manarmakeri
Kurabesi / Gurabesi
Hubungan dengan Kesultanan Tidore dan Ternate
Mata Pencaharian

Daerah Pakai
Keenam faktor diatas merupakan alasan dasar penyebaran orang Biak sejak dahulu hingga kini, tersebar hampir semua tempat dipesisir utara Tanah Papua sampai Ternate, Tidore, Halmahera, dan pulau-pulau sekitarnya. Disana bahasa Biak pun ikut berkembang seirama dengan perkembangan penuturnya. Peristiwa tersebut membawa berbagai dampak dalam kebudayaan umumnya dan bahasa khususnya, terutama di pulau-pulau atau daerah-daerah yang ada penduduk aslinya; seperti Numfor, pesisir pantai utara “Kepala Burung” Papua dan pulau-pulau kecil sekitarnya. Dampak yang sangat menarik ialah timbulnya ragam bahasa Biak yang sedikit berbeda dengan bahasa Biak di pulau Biak dan Supiori. Misalnya ragam bahasa Biak di Dore Manokwari, Amberbaken, Karon Pantai, dan pulau-pulau di Raja Ampat terutama Waigeo Utara, Kofiau, sampai Misol.

Dampak lain yang tidak kalah menarik ialah terjadinya proses asimilasi antara bahasa Biak dan bahasa setempat, misalnya bahasa Beser di Waigeo Selatan sampai Batanta Utara. Bahasa asli di Waigeo Selatan sudah semakin terdesak dengan munculnya bahasa Beser dan dominannya beberapa bahasa Batanta dan Salawati Utara, seperti bahasa Maya, bahasa Bantol, bahasa Tepin, dan bahasa Yenenas. Walaupun bahasa-bahasa yang disebutkan disini masih dipakai oleh penuturnya dengan baik, tetapi mereka memahami dan dapat menggunakan bahasa Biak (Fautgil, 1984).

Perlu dicatat pula disini bahwa sebaran bahasa Biak kearah timur cukup jauh pula, yakni mulai dari Yapen Utara , Kumamba, sampai daerah Sarmi dan terus ke wilayah Papua New Guinea dan Pasifik. Di daerah-daerah tersebut, bahasa Biak dikenal dengan baik di samping bahasa-bahasa asli setempat.

Daerah pakai bahasa Biak yang sangat luas itu disebabkan oleh sebaran penduduk Biak baik ke timur maupun ke barat. Sekilas catatan tentang sebaran penduduk Biak dapat dijelaskan bahwa pada mulanya marga-marga (keret) utama Biak berada dibagian Utara, tetapi setelah enam peristiwa diatas, mereka mulai menyebar ke sebelah selatan, timur, dan barat. Marga-marga utama itu hampir tersebar di setiap tempat dimana orang Biak bermukim, karena justru mereka itulah termasukkelompok besar yang terlibat langsung dalam proses perkembangan orang Biak hingga sekarang. Mereka adalah suku-suku besar, marga-marga yang kuat, dengan mambri-mambri yang tangguh pada masa lampau. Tidak heran kalau mereka mampu hidup dan bertahan dimana-mana, dengan menggunakan budaya mereka terutama bahasa sebagai sarana komunikasi yang sangat pokok dalam kehidupan umat manusia. Sebagian dari mereka kini menggunakan nama besar masa lalu seperti Kapisa, Dimara, yang merupakan gelar yang masih terkait dengan sultan Tidore dan Ternate.

Hidup bersama dengan kelompok etnis yang berbeda-beda sudah barang tentu saling mempengaruhi, walaupun seditkit. Pengaruh timbal balik membawa akibat tertentu pula dibidang bahasa, yakni munculnya variasi dialektis yang beraneka ragam. Demikian halnya perkembangan bahasa Biak dimana-mana tentu saling pengaruh-mempengaruhi, antara bahasa Biak dengan lingkungan yang dimasuki, maka keberadaan bahasa Biak saat ini sangat beraneka ragam variasinya.

Dari sebaran yang luas itu, Silzer (1991) memperkirakan jumlah penutur bahasa Biak saat ini sebanyak 40.000 orang. Menurut perkiraan sekarang ini, dari keseluruhan daerah pakai bahasa Biak, yakni sebelah utara Papua New Guinea sampai Kepulauan Raja Ampat hingga Halmahera dan sekitarnya, terdapat kurang lebih 50.000 – 70.000 penutur. Jumlah ini termasuk penutur bukan Etnis Biak yang berdiam di Biak maupun pulau-pulau sepanjang Pantai Utara Tanah Papua. Hal tesebut didasarkan atas suatu kenyataan bahwa cukup banyak penduduk yang bukan etnis biak di Kepulauan Raja Ampat dapat menggunakan bahasa Biak secara fasih, walaupun mereka memiliki bahasa daerah sendiri-sendiri (Fautngil, 1984).

Bertolak dari penjelasan diatas, dapat dikemukakan disini bahwa daerah pakai bahasa Biak secara geografis terdapat disebelah utara pulau Papua yang terbentang dari timur sampai ke barat dengan jumlah penutur yang cukup besar.
>>Sumber: TATA BAHASA BIAK / oleh Christ Fautngil, Frans Rumbrawer,-- Jakarta : Yayasan Servas Mario, 2002

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda mengenai posting ini..!!