»»


Perolehan Suara Sementara Pilkada Kabupaten Supiori 2020: Nomor urut 1 Obeth Rumabar - Daud Marisan : 2.312 (12,9%) ●●● Nomor urut 2 Ruth Naomi Rumkabu - Piet Pariaribo: 3.646 (25,1%) ●●● Nomor urut 3 Jacobus Kawer - Salomo Rumbekwan : 1.189 (8,2%) ●●● Nomor urut 4 Ronny Gustaf Mamoribo - Albert : 2.856 (19,7%) ●●● Nomor urut 5 Yan Imbab - Nichodemus Ronsumbre : 4.507 (31,1%) || Update: 04:31wit / 11 Des 2020

Rabu, Demo Bisu Tolak Pemilihan Anggota MRP

Biak - Rabu (26/1), akan digelar demo besar-besaran di Kantor DPRD Biak menuntut agar pemilihan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) dihentikan. Aksi penolakan dilakukan demo bisu.

Demikian disampaikan tim kerja Komunike atau tim demo bisu penolakan pemilihan anggota MRP Yotam Wakum di Biak, Selasa (25/1). Dalam aksi demo bisu, katanya, pihak dewan Adat se-Papua serta Sinode Gereja-Gereja se-tanah Papua telah sepakat untuk menuntut 11 poin penting terkait penilaian bahwa Otonomi Khusus Papua yang melahirkan MRP telah gagal total. Termasuk dalam merepresentasikan keinginanan orang asli Papua sebagaimana yang diamanatkan pada terbentukanya MRP lima tahun lalu.

Ke-11 poin yang dituntut antara lain, UU Otsus Papua agar dikembalikan saja ke pemerintah pusat dan segera dilakukan dialog untuk orang Papua agar dapat menentukan nasibnya sendiri. Selain itu, sejumlah pelanggaran HAM di Papua agar segera dituntaskan.

Demo akan dimulai dengan berjalan kaki dan menggelar sejumlah spanduk sesuai tuntutan. Bergerak dari Kantor GKI klasis Biak Selatan melalui sejumlah ruas jalan utama di Biak dan akan berkonsentrasi di Kantor DPRD Biak di Jalan Majapahit, sebelum kembali ke tempat awal di Kantor Klasis Biak Selatan di Jalan Ahmad Yani Biak.

“Aksi ini juga telah diserukan ke seluruh wilayah di Kabupaten Biak Numfor dan Supiori,” ujar Yotam.

Sebelumnya, saat Panitia Pemilihan Anggota MRP menggelar sosialisasi tentang pemilihan anggota MRP di Gedung Wanita Biak, sejumlah peserta menolak keberadaan MRP itu sendiri. Mereka meminta agar panitia segera menghentikan segala bentuk pentahapan terkait memilih anggota MRP Periode 2010-2015.

Bahkan, saat memasuki sesi tanya jawab, sejumlah peserta menuntut agar pemerintah segera melakukan referendum menuju pembebasan politik rakyat Papua, karena menilai MRP yang untuk merepresentasikan aspirasi rakyat rakyat Papua dan lahir dari UU Otsus No 21 tahun 2001 itu, dianggap gagal total.

Permintaan referendum mengemuka saat penanya pertama, Marike Rumbiak asal perwakilan perempuan Dewan Adat Biak menyampaikan pandangannya tentang sejumlah pelanggaran HAM dan kekerasan terhadap Orang Papua selama ini. Menurut Marike, ia memiliki sejumlah bukti dan data, bahwa keberadaan MRP pada periode lalu tidak dapat berbuat apa-apa terkait aspirasi yang disampaikan orang asli Papua untuk menyelesaikan sejumlah pelanggaran yang dinilai melanggar HAM tersebut.

“Saya mewakili perempuan dari Dewan Adat Biak meminta agar sosialisasi ini dibubarkan dan tidak ada pemilihan MRP untuk perwakilan perempuan dari Biak,” pinta Marike dengan suara keras sambil berjalan menuju meja panitia sembari menyerahkan foto-foto kekerasan terhadap orang Papua. Seluruh peserta bertepuk tangan sambil berdiri.

Penanya kedua, Gerald Kafiar yang mengaku mewakili adat Biak, juga dengan lantang menyampaikan agar salah satu anggota MRP pada periode lalu dapat dihadirkan pada sosialisasi tersebut, sehingga dapat memberi penjelasan tentang apakah MRP perlu dilanjutkan ataupun tidak. “Kami dewan adat menolak dengan tegas pemilihan MRP ini. MRP merupakan boneka yang sedang dibentuk untuk memecah-belah persatuan rakyat Papua, jadi sebaiknya dihentikan,” tegasnya.

Di antara belasan penanya, ada juga yang menilai bahwa segala proses yang telah ditentukan pemerintah dalam pemilihan anggota MRP itu, agar tetap dibiarkan berjalan, sedangkan tuntutan politik (refrendum) yang mengemuka pada sosialisasi itu, hendaknya dapat disampaikan melalui mekanisme lain, dan di luar dari pada acara Sosialisasi MRP.

Menanggapi sejumlah pertanyaan serta usulan yag disampaikan, anggota tim sosialisasi yang berasal dari akademisi, di antaranya Frans Reumi, menyampaikan kepada sekitar 240 peserta, bahwa aspirasi yang disampaikan terkait refrendum dan sebagainya yang di luar dari konteks pembahasan terkait anggota MRP, agar disampaikan melalui jalur dan mekanisme lain. “Jangan di campur aduk urusan Politik dengan peraturan maupun perundang-undangan. Kami datang dari Jayapura untuk melakukan sosialisasi terkait pemilihan anggota MRP, dan di luar dari pada konteks itu, kami tolak untuk berkomentar,” ujar Frans Reumi.

Sementara itu, tim fasilitator sosialisasi, Jimmy Murafer usai kegiatan mengatakan pihak fasilitator tidak akan terpengaruh terkait dengan penolakan pemilihan MRP dari Dewan Adat maupun unsur perempuan dari wilayah IV Biak dan Supiori.

“Tahapan tetap jalan. Hingga tiga hari ke depan, panitia akan membuka pendaftaran bagi lembaga/kelompok untuk segera diverifikasi hingga pelantikan anggota MRP pada 12 Februari 2011,” kata Jimmy, yang juga menjabat sebagai kepala bidang pengkajian masalah strategis pada Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlidungan masyarakat Provinsi Papua. [MC biak/sembiring/dry/Kominfo-Newsroom]

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda mengenai posting ini..!!