Arsitektur bergaya kolonial mewarnai sebagian budaya masyarakat Raja Ampat, berupa peninggalan arkeologi seperti bangunan Gereja Eben-Haezer yang terletak di Kampung Arefi, Distrik Selat Sagawin, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua. Peneliti Balai Arkeologi Jayapura, Hari Suroto, di Jayapura, mengatakan, gereja yang didirikan pada 1952 itu memperlihatkan suasana khas gereja Eropa.
"Halamannya luas, ada menara dengan jendela yang tinggi dan berkisi-kisi, langit-langit, dan pintunya juga tinggi. Ini khas arsitektur kolonial," jelasnya.
Selain itu, bahan-bahan bangunan yang digunakan, struktur bangunan dan bentuk bangunan gereja ini berbeda dengan rumah asli penduduk Kampung Arefi yang berbentuk panggung berbahan lokal dengan teknik konstruksi ikat menggunakan tali rotan.
Menurut Hari, karya arsitektur Gereja Eben-Haezer dapat menjadi media untuk membaca kondisi pengalaman dan sistem nilai kebudayaan dalam masyarakat yang dialami arsitek pembangun gereja itu.
"Arsitek gereja ini Pieter Kabes dan Yeremias Soor yang adalah polisi kolonial dan berpengalaman dalam penugasan di wilayah kekuasaan Hindia Belanda," katanya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, mereka telah membawa ide-ide kolonial dalam pembangunan gereja dengan penambahan budaya dari etnis Biak yang merupakan asal daerah dari kedua arsitek gereja tersebut.
Aplikasi budaya etnis Biak pada gereja bergaya kolonial ini terlihat dari motif Teluk Gelvink atau Teluk Cenderawasih (Kabupaten Biak, Waropen dan Supiori), sebagai penghias di bagian atas pintu utama berupa bentuk sulur-suluran.
Hingga sekarang, bangunan gereja itu masih memperlihatkan bentuk aslinya, walaupun telah dilakukan renovasi pada tiang kayu bagian bawah setinggi sepuluh sentimeter karena sudah lapuk.
Pada saat ini, bangunan gereja tersebut difungsikan sebagai aula atau sebagai tempat pertemuan masyarakat setempat. [ANTARAnews]
»»
Arsitektur Kolonial Warnai Budaya Masyarakat Raja Ampat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar anda mengenai posting ini..!!