»»


Perolehan Suara Sementara Pilkada Kabupaten Supiori 2020: Nomor urut 1 Obeth Rumabar - Daud Marisan : 2.312 (12,9%) ●●● Nomor urut 2 Ruth Naomi Rumkabu - Piet Pariaribo: 3.646 (25,1%) ●●● Nomor urut 3 Jacobus Kawer - Salomo Rumbekwan : 1.189 (8,2%) ●●● Nomor urut 4 Ronny Gustaf Mamoribo - Albert : 2.856 (19,7%) ●●● Nomor urut 5 Yan Imbab - Nichodemus Ronsumbre : 4.507 (31,1%) || Update: 04:31wit / 11 Des 2020

Cerita Mutiara-Mutiara dari Papua

Papua dikenal dengan kekayaan alamnya. Ada burung Cenderawasih kuning di Serui,ada buah merah di Wamena, ada buah matoa yang bentuknya seperti rambutan tapi rasanya seperti durian, ada ribuan jenis ikan di Raja Ampat, ada emas dan tembaga di Timika, ada minyak dan gas di Bintuni, ada batu bara, nikel, dan berbagai jenis tambang lain.
Namun, di tengah kekayaan alam yang melimpah itu, Papua masih hidup dalam keterbelakangan. Terutama dalam bidang pendidikan, lebih khusus lagi matematika.

Matematika dari dulu menjadi momok di Papua.Banyak anak SMA tidak mampu menghitung operasi dasar matematika seperti perkalian dan pembagian. Mereka juga sulit untuk menghitung hal yang berhubungan dengan pecahan dan desimal.

Kondisi itu membuat kami (Surya Institute) tergerak untuk membantu Papua mengatasi keterbelakangan ini.Sebenarnya,anakanak Papua itu tidak bodoh. Kalau mereka diberi kesempatan belajar dengan metode yang baik dan benar, mereka mampu menjadi juara dunia seperti para pendahulu mereka, George Saa, peraih medali emas The First Step to Nobel Prize in Physics 2004;

Anike Bowaire,peraih emas juga dalam kompetisi yang sama 2005; Surya Bonay, peraih emas dalam kompetisi The First Step to Nobel Prize in Chemistry 2006; Andrey Awoitauw, peraih emas matematika SMP dalam Olimpiade Sains Nasional 2005; Korinus Waimbo yang mendapat beasiswa fullbright untuk fisika; dan yang lainnya. Saat ini,kami sedang membuat prototipe pengembangan matematika di Papua.

Bekerja sama dengan pemerintah daerah kabupaten dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti World Vision, kami mengambil lima anak SD kelas III, kelas IV atau kelas V dari tiap kabupaten di Papua.Kabupaten yang sudah mengirim siswanya adalah Kabupaten Tolikara, Wamena, Jayawijaya, dan Kabupaten Lannydjaya.

Semuanya dari daerah gunung yang orang bilang adalah daerah paling terbelakang di Papua. Mereka akan dilatih selama 1–1,5 tahun. Pada 6 bulan pertama mereka difokuskan untuk menghabiskan materi matematika SD kelas 1 hingga kelas 6. Kemudian 6–12 bulan berikutnya dilatih materi olimpiade matematika.

Setiap hari mereka belajar matematika selama 4 jam. Mereka juga belajar melukis, piano, komputer, dan bahasa Inggris. Mereka diberi metode pembelajaran yang sangat sederhana.Matematika menjadi sangat mudah dipelajari. Dengan metode gasing (gampang, asyik, dan menyenangkan) ini, setiap siswa hanya butuh waktu sekitar 6 bulan untuk menguasai pelajaran matematika SD kelas 1 hingga kelas 6.

Metode ini telah dikembangkan selama 15 tahun. Siswa dari Tolikara yang sudah lebih dulu datang menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Dalam waktu hanya 5 bulan mereka mampu menguasai matematika kelas 1–6 dan mampu mengerjakan soal-soal ujian nasional,padahal mereka ada yang masih kelas III SD seperti Demira Jikwa dan Merlin Kogoya.

Demira dan Merlin mampu menghitung perkalian, pembagian, operasi pecahan apa pun dengan sangat baik. Waktu mereka dites di depan orang-orang Papua beberapa hari lalu,orang-orang Papua yang melihat kemampuan anak-anak ini menangis terharu. Orang-orang Papua (ada anggota DPRD, pimpinan LSM, dan sebagainya) mengatakan sambil terisak-isak, “Kami bahagia sekali.

Papua punya harapan. Dulu orang memvonis kita ini bodoh,terutama dalam matematika.Ternyata sekarang ada jalan, ada kesempatan bagi kita untuk sejajar dengan teman-teman dari daerah lain. Terima kasih Tuhan.” Mantan Rektor Universitas Cendrawasih yang juga Wakil Ketua Majelis Rakyat Papua Frans Wospakrik mengatakan, ini suatu anugerah, ada kesempatan bagi anak-anak Papua untuk maju.

Habel Tanati dari Bintuni mengatakan bahwa ini adalah mukjizat.Padahal, sebelumnya ia tidak percaya, tetapi setelah melihat sendiri, kini ia percaya sepenuh hati dan ingin sekali mengembangkan metode ini di seluruh tanah Papua. Wakil Bupati Tolikara Mistien Towolou dalam pidatonya mengatakan, ini luar biasa.

Tolikara yang kemampuan matematikanya sangat lemah kini punya harapan untuk maju. Kalau dulu SDM Tolikara selalu gagal dalam tes seleksi masuk pegawai, diharapkan ke depan hal tersebut tidak terjadi lagi. Siswa dari Wamena yang baru 4 bulan dilatih sudah menunjukkan hasil yang sangat baik. Demikian juga dengan anak-anak dari Lannydjaya yang baru dilatih kurang dari 1 bulan.

Yang menarik dari anak-anak ini, mereka punya motivasi kuat untuk mengatasi ketertinggalan. Mereka tidak pernah mengeluh ketika diberi banyak soal.Pernah pada satu kesempatan mereka diberi sekitar 1.800 soal penjumlahan dalam waktu 3 jam. Luar biasa,mereka menyelesaikan ini dan rata-rata salahnya sekitar 30 soal (kurang dari 2%). Para siswa Papua ini diberi kesempatan dalam lomba matematika tingkat nasional dan internasional.

Dilihat dari perkembangannya selama training, ada harapan besar mereka mampu bersaing dengan siswa-siswa berbakat dari berbagai daerah di Indonesia. Setelah pulang dari olimpiade, anak-anak ini akan kembali ke Papua untuk menyebarluaskan metode ini.Guru-guru matematika di seluruh wilayah Papua akan dilatih dengan metode matematika gasing.

Kalau metode ini diterapkan secara konsisten dengan pengawasan yang kuat, dalam waktu 2–3 tahun ke depan, seluruh anak Papua akan mampu menguasai pelajaran matematika SD kelas 1 sampai kelas 6. Ada yang bertanya kenapa Papua? Papua adalah daerah yang sangat tertinggal dalam pendidikan.

Ini adalah suatu tantangan yang menarik. Kalau kita dapat membantu Papua dalam masalah pendidikan, khususnya matematika, akan lebih mudah bagi kita untuk membantu daerah lain. Saat ini Surya Institute sedang menyiapkan cara untuk menyebarluaskan metode ini di daerah-daerah lain di Indonesia, terutama daerah-daerah tertinggal.

Di samping anak-anak SD Papua ini,Surya Institute juga melatih 100 anak Papua setiap tahun untuk dikirim belajar di luar negeri. Mereka termasuk dalam program 30.000 PhD secara nasional.Dari Papua diharapkan dapat berkontribusi 1.000 PhD. Dalam program ini, diharapkan muncul 30.000 PhD dari seluruh Indonesia dalam bidang sains dan teknologi pada 2030.

Dengan ilmu yang diperolehnya, ke-30.000 PhD ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah teknologi dalam pengelolaan sumber daya alam maupun dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk membangun Indonesia menjadi negara adidaya. Anak Papua yang dilatih dalam program ini adalah mutiara-mutiara yang nantinya akan ikut serta dalam pembangunan Indonesia.

Papua,tanah yang kaya dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia, adalah aset bangsa Indonesia yang sangat berharga. Mereka juga adalah bagian dari bangsa kita. Mari kita bantu mereka untuk lebih maju.

Oleh: Yohanes Surya
Pimpinan Surya Institute
[Koran SI]

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda mengenai posting ini..!!