»»


Perolehan Suara Sementara Pilkada Kabupaten Supiori 2020: Nomor urut 1 Obeth Rumabar - Daud Marisan : 2.312 (12,9%) ●●● Nomor urut 2 Ruth Naomi Rumkabu - Piet Pariaribo: 3.646 (25,1%) ●●● Nomor urut 3 Jacobus Kawer - Salomo Rumbekwan : 1.189 (8,2%) ●●● Nomor urut 4 Ronny Gustaf Mamoribo - Albert : 2.856 (19,7%) ●●● Nomor urut 5 Yan Imbab - Nichodemus Ronsumbre : 4.507 (31,1%) || Update: 04:31wit / 11 Des 2020

Di Timur, Ilmuwan Meretas

Selama puluhan tahun, derap pembangunan selalu bergerak di Pulau Jawa. Hal ini membuat wilayah lain di Indonesia tertinggal. Salah satunya Papua. Kini, tanah di ujung Timur Indoneisia itu terus menggeliat. Sudah bukan rahasia lagi pada era Orde Baru, pembangunan lebih banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa. Hal ini mengakibatkan akses hasil-hasil pembangunan di luar Jawa sangat terbatas. Tidak terkecuali Papua, sebuah tanah yang kaya sumber daya alam.

Papua selama bertahun-tahun jauh tertinggal dibanding wilayah lain di Indonesia, khususnya di bidang pendidikan.

Karena itu, pembangunan pendidikan merupakan salah satu komponen yang tidak bisa dilepaskan dalam konsep pembangunan nasional. Hal ini seperti termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yang mengatakan salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Konsep pembangunan ini yang masih kurang dinikmati masyarakat Papua.

Tingkat pembangunan dunia pendidikan di Papua yang masih tertinggal mengakibatkan kualitas sumber daya manusia di wilayah yang kaya akan hasil bumi ini rendah. Hal itu bisa dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua.

IPM pada dasarnya indikator untuk mengukur capaian kualitas SDM di suatu daerah. Angka IPM terdiri atas tiga komponen dasar yaitu kesehatan, pendidikan, dan kualitas hidup layak. Jika mengacu pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ada empat kategori yang tercermin dari peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0- 100,0. Pertama, tingkat rendah, di mana tingkat IPM hanya berada di kisaran kurang dari 50,0. Kedua, tingkat menengah ke bawah dengan IPM antara 50,00 hingga 65,9.

Ketiga, menengah ke atas dengan tingkat IPM antara 66,0-79,9. Sedangkan yang terakhir adalah tingkat tinggi dengan IPM lebih dari 80,0. Selama ini Pemerintah Daerah Papua sudah berupaya keras mengangkat tingkat kualitas SDM-nya, tapi belum terlalu signifikan mengangkat IPM. Pada 2002 tingkat IPM Papua berada di kisaran 60,1. Angka ini meningkat pada 2004 ke level 60,9. Sedangkan pada 2005, IPM Papua menjadi 62,1. Lalu, bertengger di level 62,8 pada 2006.

Jika mengacu pada parameter PBB, tingkat IPM Papua masih termasuk dalam kategori kinerja pembangunan manusia menengah bawah yaitu capaian IPM di antara 50,0 - 65,9, tertinggal dibanding angka nasional yaitu IPM Indonesia sebesar 69,6. Dibanding provinsi lain, Papua bahkan berada di peringkat terakhir dari 33 provinsi yang ada di Indonesia.

Karena itu, dalam survei indikator pendidikan di Papua ini, pemerintah diharapkan mampu mendorong provinsi ini lebih maju. "Pemerintah selayaknya terus mengembangkan sistem pelayanan umum, terutama di bidang pendidikan, sehingga benar-benar menyentuh masyarakat yang paling bawah," tulis BPS dalam survei tersebut.

Penyebaran permukiman di Papua yang kebanyakan tinggal di pedalaman memang menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi pemerintah. Selama ini banyak masyarakat di pedalaman Papua yang belum bisa menikmati fasilitas pendidikan. Political will pemerintah guna memperhatikan pemerataan pembangunan khususnya di sektor pendidikan diperlukan.

Dalam survei tersebut disarankan pengembangan jalur pendidikan nonformal. Jika hanya mengandalkan pada pendidikan formal, keterbatasan infrastruktur sekolah hingga jumlah guru masih akan menjadi kendala utama. Dengan pengembangan sektor informal semisal pemberantasan buta aksara, pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan luar sekolah, dan lainnya, pendidikan hanya terbatasi ruang sekolah.

Meningkatkan kualitas SDM manusia memang bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata. Swasta pun juga diharapkan turut serta dalam program tersebut. Hal ini seperti yang dilakukan Surya Institute beberapa saat lalu. Lembaga yang dipimpin Yohanes Surya ini saat ini sedang berkonsentrasi menyiapkan 15 benih pemikir dari bumi Cendrawasih.

Anak-anak usia sekolah dasar ini sedang digembleng berbagai mata pelajaran Fisika dan Matematika. "Saat ini kami sedang membuat prototipe pengembangan Matematika di Papua," ungkap Yohanes.

Setelah Papua menyumbangkan Septinus George Saa dan Annike Nelce Bowaire yang berjaya di fisika ketika berhasil merebut medali emas The First Step to Nobel Prize in Physics 2004 dan 2005, serta Surya Bonay di bidang kimia dengan merebut medali emas The First Step to Nobel Prize in Chemistry2006, kini 15 anak Papua lain disiapkan untuk merebut medali emas dalam olimpiade matematika. Setidaknya, 15 anak Papua itu hanyalah setitik mutiara hitam yang bila dipoles dengan benar akan cemerlang.

Terpenting dari itu adalah perhatian pemerintah pusat dan daerah terhadap sektor pendidikan agar bumi yang kaya itu tak lagi tertinggal. [Koran Sindo]

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda mengenai posting ini..!!