»»


Perolehan Suara Sementara Pilkada Kabupaten Supiori 2020: Nomor urut 1 Obeth Rumabar - Daud Marisan : 2.312 (12,9%) ●●● Nomor urut 2 Ruth Naomi Rumkabu - Piet Pariaribo: 3.646 (25,1%) ●●● Nomor urut 3 Jacobus Kawer - Salomo Rumbekwan : 1.189 (8,2%) ●●● Nomor urut 4 Ronny Gustaf Mamoribo - Albert : 2.856 (19,7%) ●●● Nomor urut 5 Yan Imbab - Nichodemus Ronsumbre : 4.507 (31,1%) || Update: 04:31wit / 11 Des 2020

Uniknya Barapen

Sansundi adalah sebuah desa yang termasuk ke dalam Distrik Bondifuar di bagian utara Kabupaten Biak Numfor, Pulau Biak, Papua. Sebuah pulau dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan kaya akan potensi bahari. Nah, seperti Papua pada umumnya, disini terdapat suatu budaya ataupun tradisi yang sangat unik dan masih hidup sampai sekarang, yaitu tradisi Bakar Batu atau dalam bahasa biaknya dikenal dengan Barapen.

Tradisi Bakar Batu ini telah berlaku turun temurun pada masyarakat Biak. Disebut Bakar Batu karena masyarakat menggunakan batu untuk memasak makanan, dan batu yang digunakan masyarakat Biak termasuk batu karang karena memang Pulau Biak adalah pulau yang terbentuk dari Karang. Adapun bahan makanan yang biasa dimasak seperti keladi, singkong, pisang, dan bahan makanan lainnya yang dibungkus dengan daun pisang. Bahan makanan yang hendak dimasak disusun rapi di atas batu yang telah dibakar dengan menggunakan kayu hingga merah membara.

Awalnya kayu bakar ukuran kira-kira sebesar pergelangan kaki disusun berbentuk persegi, bertumpuk-tumpuk disesuaikan dengan banyaknya makanan yang akan dimasak. Kayu yang telah ditumpuk dibakar sehingga menghasilkan nyala api yang membara, di atas kayu yang telah menyala ini ditumpuk sejumlah batu yang jumlahnya kira-kira cukup untuk mematangkan makanan yang akan dimasak. Batu yang telah ditumpuk diatas nyala api ini ditata sedemikian rupa dan didiamkan selama kurang lebih setengah jam sampai seluruh kayu menjadi arang dan batu dirasa cukup panas. Arang-arang serta sisa pembakaran kayu dipisahkan sehingga tersisa hanya tumpukan batu yang diratakan dan siap dipakai memasak.

Makanan disusun rapi di atas batu yang panas membara, beralaskan daun yang lebar, seperti daun keladi dan sapiai yang biasa digunakan masyarakat untuk membungkus batu. Makanan ini ditumpuk lagi dengan batu kemudian di atasnya disusun lagi makanan lain yang sebelumnya juga diberi alas, begitu seterusnya sampai lapisan terakhir dan tidak ada lagi makanan yang akan dimasak. Tumpukan batu di lapisan paling atas dibungkus menggunakan daun hingga benar-benar tertutup rapat agar panas yang dihasilkan batu tetap terjaga dan tidak cepat hilang. Proses memasak ini cukup satu hingga dua jam sampai makanan benar-benar masak dan siap untuk dikonsumsi.

Begitu makanan matang, daun pembungkus dilepaskan dan batu yang ditumpuk disingkirkan sehingga tersisa hanya makanan yang telah masak. Keladi dan bahan makanan lain dimasukan ke dalam wadah dan makanan pun siap untuk dikonsumsi, biasanya masyarakat suka mencampurkan keladi dengan parutan kelapa, rasanya sungguh enak dan gurih.

Selain itu masyarakat juga biasa mengadakan Barapen untuk ritual-ritual khusus atau dalam rangka penyambutan orang-orang penting seperti kepala adat atau para pejabat yang berkunjung ke daerah mereka. Bakar batu untuk penyambutan ini sangat spesial, konon katanya ada sekelompok orang yang bisa berjalan di atas bara batu untuk menyusun makanan dengan kaki telanjang. Sebelum pertunjukan berjalan di atas batu dimulai biasanya ada ritual khusus yang mesti dilakukan, salah satunya mengoleskan daun ke kaki mereka. Sayangnya, jenis daun tersebut tidak boleh diberitahu kepada masyarakat umum. [HP/Fadhlan Nuzul-GATRAnews]

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda mengenai posting ini..!!